TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM NOVEL ATHEIS KARYA ACHDIAT
KARTA MIHARDJA
Disusun dalam rangka
memenuhi tugas Kapita Selekta Bahasa Indonesia
Diampu oleh Khusnul Khotimah
M.Pd.
Oleh :
LUTFI ZAHROTUL UYUN
1513500131
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN
DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERISTAS
PANCASAKTI TEGAL
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, konvensional, dinamis dan produktif
yang digunakan sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial ( Hermaji, 2015 :
1). Bahasa tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai penggunanya. Bahasa
dapat tumbuh dan berkembang jika digunakan oleh masyarakat. Sebaliknya, bahasa
akan punah jika tidak digunakan oleh masyarakat. Pada sisi lain, masyarakat pun
tidak akan mampu beraktivitas tanpa bahasa.
Bahasa
merupakan alat komunikasi, melalui bahasa manusia dapat saling berkomunikasi,
saling berbagai pengalaman, saling belajar dan meningkatkan intelektual. Di
dalam komunikasi dapat di asumsikan bahwa seorang penutur mengartikulasi
tuturan dengan maksud untuk menginformasikan sesuatu kepada mitra tuturnya dan
berharap mitra tutur dapat memahami apa yang hendak di komunikasikan. Dengan
bahasa manusia dapat mengekspresikan semua yang ada dalam pikiran karena dengan
berpikir secara otomatis manusia menuturkan suatu bahasa di dalam pikirannya.
Hal tersebut dapat dilihat pada seorang sastrawan, karena ia dapat
mengekspresikan perasaannya dengan menggunakan bahasa yang berupa percakapan
atau tuturan.
Pada
dasarnya, tindak tutur yang dihasilkan bergantung pada tujuan atau arah tuturan
untuk mencapai tujuan, tindak tutur yang dihasilkan harus sesuai dengan situasi
tuturan. Situasi dapat memengaruhi tercapainya tujuan tuturan. Istilah tindak
tutur atau tindak ujar pertama kali dimunculkan oleh Austin di dalam tulisannya
“How to Do Thing With Works”,
pengujaran kalimat dalam hal tertentu dapat dianggap sebagai pelaksanaan
tindakan atau perbuatan. Dalam arti bahwa bahasa dapat digunakan untuk
melakukan tindakan. Black dalam Hermaji ( 2015 : 25 ) menyatakan bahwa teori
tindak tutur merupakan penjelasan tentang kondisi keterpahaman yaitu
kebermaknaan tindak tutur dalam komunitas dan prosedur yang harus dilakukan
dalam pemahaman.
Tindak
tutur adalah tindakan yang dihasilkan dari sebuah tuturan atau ujaran. Seorang
penutur mengucapkan suatu tuturan kepada mitra tutur sehingga mitra tutur bertindak
atau berbuat berdasarkan maksud tuturan tersebut. Tindak tutur merupakan satuan
komunikasi linguistik yang bersifat sentral dalam bidang kajian pragmatik.
Pragmatik erat sekali hubungannya dengan tindak tutur atau tindak ujar.
Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khususnya dalam situasi, terutama memusatkan
perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan aneka konteks sosial performasi
bahasa memengaruhi tafsiran atau interpretasi.
Seorang
sastrawan dapat mengekspresikan perasaan melalui suatu tuturan atau percakapan
yang dituangkan dalam karyanya seperti novel. Novel “Atheis” adalah novel karya
Achdiat Karta Mihardja tahun 1949
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Di dalam novel “Atheis” terdapat tindak
tutur direktif yang dilakukan oleh para tokoh. Oleh karena itu, apabila dibaca
dan dipahami secara cermat, dalam novel “Atheis” banyak terdapat hal-hal
menarik terutama pada bahasa percakapan para tokoh.
Berdasarkan uraian tersebut,
maka penulis memilih judul penelitian “Tindak tutur direktif dalam novel Atheis
karya Achdiat Karta Mihardja” untuk
mengetahui jenis-jenis dan fungsi
tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka rumusan masalah yang muncul dalam penelitian adalah:
a. Jenis
tindak tutur direktif apa yang ada dalam novel “Atheis”?
b. Apa
fungsi tindak tutur yang terdapat dalam novel “Atheis” ?
c. Bagaimana
analisi tindak tutur direktif yang ada dalam novel “Atheis” ?
1.3
Tujuan
penelitian
Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk
mengetahui jenis-jenis tindak tutur direktif dalam novel “Atheis”
b. Untuk
mengetahui fungsi tindak tutur direktif dalam novel “Atheis”
c. Untuk
menganalisi tindak tutur direktif yang ada dalam novel “Atheis”
1.4
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini adalah :
a) Memperoleh
penjelasan mengenai tindak tutur dalam bahasa Indonesia
b) Memperkenalkan
atau menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu pragmatik
c) Untuk
menambah khasanah ilmu bahasa terutama pada bidang kajian pragmatik
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1
Kajian Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna
yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar
(atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan
analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada
dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu
sendiri. Pragmatik adalah studi tentang maksud penutur (Yule, 2006 :3).
Pada dasarnya, pragmatik adalah cabang
linguistik yang mengkaji keterkaitan makna bahasa dengan konteks penggunanya.
Konteks dalam kajian pargmatik memiliki peranan yang sangat sentral. Peranan
konteks dalam kajian pragmatik adalah untuk membatasi penafsiran. Pragmatik
merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara konsep yang
merupakan tanda atau simbol dan pengguna tanda tersebut ( penutur dan lawan
tutur ).
Parera dalam Hermaji ( 2015:12 )
berpendapat bahwa pragmatik adalah studi hubungan antara ujaran dan
penggunaannya. Kajian pragmatik lebih merujuk pada kemampuan menggunakan bahasa
di dalam komunikasi yang menghendaki adanya penyesuaian bentuk (bahasa) atau
ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Pragmatik
mengarah pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya
sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan memperhatikan
prinsip pengguna bahasa secara tepat, sebagai sebuah ilmu, pragmatik membahas
tentang deiksis, implikatur, praanggapan, struktur wacana dan tindak tutur.
2.2
Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujar ( speech act ) merupakan entitas yang
bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik.
Istilah tindak tutur tidak hanya merujuk pada aktivitas berbicara saja tetapi
menunjuk pada keseluruhan situasi dalam proses komunikasi. Situasi dalam proses
komunikasi merupakan konteks ujaran yang meliputi segala sesuatu yang terlibat
di dalam ujaran atau tuturan.
Menurut Suwito dalam Hermaji ( 2015:26 )
tindak tutur merupakan produk atau hasil dari suatu kalimat didalam kondisi
tertentu yang merupakan kesatuan terkecil dalam komunikasi. Tindak tutur
merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan
fungsional dalam komunikasi yang mempertimbangkan aspek situasi tutur.
Serangkaian tindak tutur tersebut akan membentuk peristiwa tutur (speech
event). Tindak tutur pada dasarnya merupakan tindakan yang dinyatakan melalui
tuturan atau ujaran. Dengan demikian
tuturan yang mengimplikasikan tindakan tertentu dapat diidentifikasikan sebagai
tindak tutur.
2.3
Jenis-jenis Tindak Tutur
Searle dalam Hermaji (2015:33-37)
membedakan tindak tutur atas lima macam yaitu: (1) representatif atau asertif;
(2) direktif atau impositif; (3) ekspresif atau evaluatif; (4) komisif; dan (5)
deklarasi (isbati). Tindak tutur representatif (asertif) adalah tindak tutur
yang mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dikatakannya. Yang
termasuk tindak tutur representatif adalah tindak tutur melaporkan, mengatakan,
dan menyebutkan.
Tindak tutur yang kedua adalah tindak
tutur direktif (impositif). Tindak tutur tersebut adalah tindak tutur yang dilakukan
oleh penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan seperti yang dituturkan. Perwujudan pragmatiknya
bermakna menyuruh, meminta, mendesak, melarang, mengajak, memelas, menyarankan,
memperingatkan dan berharap.
Tindak tutur yang ketiga adalah tindak
tutur ekspresif (evaluatif). Tindak tutur ini dilakukan dengan maksud untuk
menilai tentang hal-hal yang disebutkan didalam tuturan perwujudan pragmatiknya
memiliki makna marah, kaget, pasrah, gembira, jijik, benci, mengakui, mengucapkan
selamat dan mengasihani.
Tindak tutur yang keempat adalah tindak
tutur komisif. tindak tutur ini adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturan. Makna tindak tutur komisif
merupakan tindak tutur yang mengekspresikan janji, tawaran, atau pernyataan.
Tindak tutur yang terakhir adalah tindak
tutur deklarasi (isbati). Tindak tutur ini dilakukan penutur untuk menciptakan
hal atau suatu (status,keadaan) yang baru. Tindak tutur ini berfungsi untuk
mengubah status atau keadaan.
2.4 Tindak tutur direktif
Tindak tutur direktif
adalah tindak tutur yang berfungsi mendorong penanggap tutur (penutur)
melakukan sesuatu. Direktif dimaksudkan untuk menimbulkan beberapa efek melalui
tindakan mitra tutur. Direktif dapat mengekspresikan maksud penutur sehingga
ujaran atau sikap dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.
Perwujudan pragmatik tindak tutur direktif bermakna menyuruh, meminta,
mendesak, melarang, mengajak, memelas, menyarankan, memperingatkan dan
berharap.
Menurut
Ibrahim dalam Hermaji (2015:35) membedakan tindak tutur direktif atas enam
macam, yaitu:
(1) tindak tutur requestives, yaitu
tindak tutur yang digunakan untuk meminta, memohon, menekan dan mengajak; (2) tindak tutur question, yaitu tindak tutur yang
digunakan untuk bertanya dan menginterogasi; (3) tindak tutur requirement, yaitu tindak tutur yang
digunakan untuk untuk memerintah, mendikte, dan mengatur; (4) tindak tutur probobitives yaitu yang digunakan untuk
melarang dan membatasi; (5)
tindak tutur permissives, untuk
mengizinkan; dan (6) tindak tutur advisories, untuk menasehati,
memperingatkan dan menyarankan.
BAB III
HASIL PENELITIAN
Sesuai dengan masalah dan tujuan,
penelitian ini meliputi jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur dan analis
tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel “Atheis” karya Achdiat Karta
Mihardja. Hasil penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut:
A. Jenis
Tindak Tutur Direktif dalam Novel Atheis
Jenis tindak
tutur direktif yang peneliti temukan dalam novel
“Atheis” meliputi tindak tutur direktif menyuruh, meminta, mendesak, melarang,
mengajak, dan menyarankan.
1) Tindak
tutur direktif menyuruh
Tindak tutur direktif menyuruh adalah
tindak tutur yang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan yang
disebutkan dalam tuturan yang berisi tuturan menyuruh. Berikut merupakan tindak
tutur direktif menyuruh.
Tuturan
1 :
“Datanglah nanti sore, kalau Saudara sempat.” (A:28)
Tuturan
2 :
“Makanlah duluan, nak,” (A:45)
Tuturan 3 :
“Cobalah, Tin, main piano sebentar. Saudara Hasan belum pernah mendengar kau
main.” (A:95)
Tuturan 4 :
“Biarlah saja (suaranya setengah berbisik). Teruskan saja saudara bicara.
Sangat senang saya mendengarkan.” (A:206)
2) Tindak
Tutur Direktif Meminta
Tindak tutur direktif meminta adalah
tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud agar mitra tutur
melakukan tindakan yang disebutkan didalam tuturan yang berisi permintaan.
Berikut merupakan tindak tutur direktif
meminta.
Tuturan 5 :
“Ayah, bolehkah saya turut pula memeluk ilmu yang Ayah dan Ibu anuti?” (A:19).
3) Tindak
Tutur Direktif Melarang
Tindak tutur direktif melarang
adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud agar mitra tutur
melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan yang bermakna larangan. Hal
ini dapat dilihat dari analisis tuturan berikut ini.
Tuturan 6 : “sudah cukup matang
untuk mempunyai pendirian sendiri dalam soal-soal hidup. Ayah tidak boleh
memaksa-maksa lagi kepada saya dalam hal pendirian saya. Juga dalam pendirian
saya terhadap agama.” (A:168)
4) Tindak
Tutur Direktif Mengajak
Tindak tutur
direktif mengajak adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud
agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan didalam tuturan yang
bermakna mengajak. Tuturan tersebut merupakan tuturan yang dilakukan untuk
meminta supaya turut atau membangkitkan hati melakukan sesuatu. Hal ini dapat
dilihat dari analisis tuturan berikut.
Tuturan 7 :
“marilah kita minum-minum dulu, supaya kita bisa bercakap-cakap dengan lebih
tenang.” (A:214)
5)
Tindak Tutur
Direktif Menyarankan
Tindak tutur
direktif menyarankan adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan
maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan yang
berisi saran atau anjuran. Hal ini dapat dilihat dari analisis tuturan berikut.
Tuturan 8 : “ya,
Tin, umur manusia singkat, tapi kemanusiaan lama, begitulah katanya lupakanlah
segala kesedihanmu itu dengan lebih giat lagi bekerja. Bekerja untuk
kemanusiaan.” (A:5)
6)
Tindak Tutur
Direktif Memerintah
Tindak tutur
direktif memerintah adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan
maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan yang
berisi perintah. Hal ini dapat dilihat dari analisis tuturan berikut ini.
Tuturan 9 :
“coba keluarkan dulu rokoknya, Bung! “ (A:108)
Tuturan 10 :
“ Ya!, lekas buka pintu!” (A:88)
Tuturan 11 :
“Tolong ambilkan air panas, Tin!” (A:100)
Tuturan
12 : “Ah, jangan sebut Tuan, dong!
Bung saja! Bung Anwar!Begitu namaku! Ya!” (A:140)
Tuturan 13 :
“pergilah!” (A:184)
Tuturan 14 :
“masuk terus!” (A:228)
7)
Tindak Tutur
Direktif Mendesak
Tindak tutur
direktif mendesak adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud
agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan yang berisi
desakan, menyuruh mitra tutur agar melakukan sesuatu segera. Hal ini dapat
dilihat dari tuturan berikut.
Tuturan 15 : “kebon Manggu, Bang! Lekas! (A:224)
B. Fungsi
Tindak Tutur Direktif dalam Novel Atheis
1.
Tindak tutur direktif menyuruh
Tindak tutur direktif
ini berfungsi sebagai
suruhan yang ditujukan kepada
mitra tutur sehingga mitra tutur
bertindak sesuai dengan perintah yang disampaikan oleh penutur.
2.
Tindak Tutur Direktif
Meminta
Tuturan
yang digunakan mempunyai fungsi untuk mengutarakan suatu permintaan yang ditujukan untuk mitra tutur sehingga mitra tutur
melakukan hal sesuai dengan permintaan yang disampaikan oleh penutur.
3.
Tindak Tutur Direktif
Melarang
Tindak
tutur direktif ini berfungsi untuk melarang suatu yang ditujukan kepada
mitra tutur agar mitra tutur tidak melakukan
hal yang disampaikan oleh penutur melalui tuturan yang bersifat larangan.
4.
Tindak Tutur Direktif
Mengajak
Tindak tutur direktif ini berfungsi sebagai ajakan
bagi mitra tutur untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh penutur dengan tuturan
yang bersifat mengajak.
5.
Tindak Tutur
Direktif Menyarankan
Tindak tutur direktif ini berfungsi sebagai saran atau
anjuran yang ditujukan kepada mitra tutur agar mitra tutur mengikuti saran atau
anjuran yang disampaikan oleh penutur.
6.
Tindak Tutur Direktif
Memerintah
Tindak tutur ini berfungsi sebagai perintah yang
ditujukan kepada mitra tutur agar mitra tutur melakukan hal yang disampaikan
oleh penutur melalui tuturan yang bersifat perintah.
7.
Tindak Tutur
Direktif Mendesak
Tindak tutur ini berfungsi sebagai desakan untuk mitra
tutur agar mitra tutur melakukan tindakan yang disampaikan penutur dengan cepat
atau segera.
C. Analisis
Tindak Tutur Direktif dalam Novel Atheis
1.
Tindak tutur direktif menyuruh
Tuturan
1 : “Datanglah nanti sore, kalau Saudara sempat.” (A:28)
Tuturan “Datanglah nanti sore,”
dituturkan oleh Rusli kepada Hasan dengan maksud menyuruh Hasan datang ke rumah
Rusli.
Tuturan
2 : “Makanlah duluan, nak,” (A:45)
Tuturan tersebut dituturkan oleh
Bibi kepada Hasan dengan maksud menyuruh Hasan untuk makan malam terlebih
dahulu karena Bibi akan sembahyang.
Tuturan 3 : “Cobalah, Tin, main
piano sebentar. Saudara Hasan belum pernah mendengar kau main.” (A:95)
Tuturan tersebut dituturkan Rusli
kepada Kartini dengan maksud menyuruh Kartini memainkan piano.
Tuturan 4 : “Biarlah saja (suaranya
setengah berbisik). Teruskan saja saudara bicara. Sangat senang saya
mendengarkan.” (A:206)
Tuturan “Teruskan saja saudara
bicara.” Dituturkan ‘Aku’ (penulis) kepada Hasan dengan maksud menyuruh Hasan
tetap meneruskan kisahnya.
2.
Tindak Tutur Direktif
Meminta
Tuturan 5 : “Ayah, bolehkah saya
turut pula memeluk ilmu yang Ayah dan Ibu anuti?” (A:19).
Tuturan tersebut dituturkan Hasan
kepada Ayahnya dengan maksud meminta kepada ayahnya agar ia memeluk ilmu yang dianut
ayah dan ibunya.
3.
Tindak Tutur Direktif
Melarang
Tuturan 6 : “sudah
cukup matang untuk mempunyai pendirian sendiri dalam soal-soal hidup. Ayah
tidak boleh memaksa-maksa lagi kepada saya dalam hal pendirian saya. Juga dalam
pendirian saya terhadap agama.” (A:168)
Tuturan “ayah tidak boleh
memaksa-maksa lagi kepada saya dalam hal pendirian saya” dituturkan Hasan
kepada ayahnya dengan maksud melarang ayahnya menasihati Hasan dalam hal
pendiriannya.
4.
Tindak Tutur Direktif
Mengajak
Tuturan 7 :
“marilah kita minum-minum dulu, supaya kita bisa bercakap-cakap dengan lebih
tenang.” (A:214)
Tuturan “marilah
kita minum-minum dulu”, dituturkan oleh Anwar kepada Kartini dengan maksud
untuk mengajak Kartini masuk ke restoran. Kutipan tersebut merupakan tindak
tutur direktif mengajak karena tuturan tersebut berisi ajakan yang dilakukan
Anwar untuk masuk ke restoran dan minum-minum bersama Kartini.
5.
Tindak Tutur
Direktif Menyarankan
Tuturan 8 : “ya,
Tin, umur manusia singkat, tapi kemanusiaan lama, begitulah katanya lupakanlah
segala kesedihanmu itu dengan lebih giat lagi bekerja. Bekerja untuk
kemanusiaan.” (A:5)
Tuturan
“lupakanlah segala kesedihanmu itu dengan lebih giat lagi bekerja” dituturkan
oleh Rusli kepada Kartini dengan maksud menyarankan Kartini melupakan
kesedihannya dengan giat bekerja kutipan tersebut merupakan tindak tutur
direktif menyarankan karena tuturan tersebut berisi saran yang ditujukan untuk
Kartini.
6.
Tindak Tutur
Direktif Memerintah
Tuturan 9 : “coba keluarkan dulu rokoknya, Bung! “ (A:108)
Tuturan tersebut
dituturkan Anwar kepada Rusli dengan maksud menyuruh Rusli mengeluarkan
rokoknya. Kutipan tersebut berisi perintah untuk Rusli.
Tuturan 10 : “ Ya!, lekas buka pintu!” (A:88)
Tuturan tersebut
dituturkan Kartini kepada Mimi dengan maksud menyuruh Mimi membuka pintunya.
Kutipan tersebut berisi perintah dan termasuk dalam tindak tutur memerintah.
Tuturan 11 : “Tolong ambilkan air panas, Tin!” (A:100)
Tuturan tersebut
dituturkan Rusli kepada Kartini dengan maksud menyuruh Kartini mengambil air
panas untuk mengobati Hasan. Kutipan tersebut merupakan tindak tutur direktif
memerintahkan karena tuturan tersebut berisi sebuah perintah yang diajukan
untuk Kartini.
Tuturan 12 :
“Ah, jangan sebut Tuan, dong! Bung saja! Bung Anwar!Begitu namaku! Ya!” (A:140)
Tuturan tersebut
dituturkan Anwar kepada kusir yang sedang bersamanya dengan maksud menyuruh pak
kusir memanggilnya dengan panggilan Bung bukan Tuan seperti yang diucapkan.
Kutipan tersebut merupakan tindak tutur direktif memerintah karena tuturan
tersebut berisi perintah yang ditujukan kepada kusir.
Tuturan 13 : “pergilah!” (A:184)
Tuturan tersebut
dituturkan Hasan kepada Mimi dengan maksud menyuruh Mimi pergi dari hadapannya.
Kutipan tersebut termasuk tindak tutur memerintah karena tuturan tersebut
berisi perintah untuk Mimi.
Tuturan 14 : “masuk terus!” (A:228)
Tuturan tersebut
dituturkan Amin kepada Hasan dengan maksud menyuruh Hasan masuk ke lubang saat
sudah berada dalam perlindungan. Kutipan tersebut termasuk tindak tutur
memerintah karena tuturan tersebut berisi perintah.
7.
Tindak Tutur
Direktif Mendesak
Tuturan 15 : “kebon Manggu, Bang! Lekas! (A:224)
Tuturan tersebut
dituturkan Kartini kepada kusir dengan maksud menyuruh kusir agar cepat dalam
mengendarai delmannya. Kutipan tesebut merupakan tindak tutur direktif mendesak
karena berisi suatu desakan kepada kusir untuk segera mengendarai delmannya.
BAB IV
PENUTUP
1. Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis penelitian tindak tutur direktif dalam novel “Atheis” karya
Achdiat Karta Mihardja, dapat disimpulkan jenis tindak tutur direktif dan
fungsi tindak tutur direktif yang terdapat dalam novel “Atheis” karya Achdiat
Karta Mihardja terdiri atas tujuh jenis dan fungsi tindak tutur direktif, yaitu
tuturan menyuruh yang berfungsi untuk menyuruh mitra tutur, tuturan meminta
yang berfungsi untuk mengutarakan suatu permintaan, tuturan melarang yang
berfungsi sebagai larangan untuk mitra tutur, tuturan mengajak yang berfungsi
sebagai ajakan untuk mitra tutur, tuturan menyarankan yang berfungsi sebagai
saran atau anjuran untuk mitra tutur, tuturan memerintah yang berfungsi sebagai
perintah untuk mitra tutur dan tuturan mendesak yang berfungsi sebagai desakan
untuk mitra tutur.
2. Saran
Berdasarkan
hasil penelitian, peneliti melakukan penelitian ini hanya ditinjau dari segi bahasa,
khususnya dalam kajian pargmatik. Peneliti menyarankan agar peneliti lain dapat
melakukan penelitian khususnya segi bahasa menggunakan kajian ilmu lain agar
semakin berkembang penelitian-penelitian yang dilakukan dan berharap hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi peneliti bahasa ataupun
sastra khususnya dalam menganalisis novel.
DAFTAR
PUSTAKA
Bayu. 2012. Tindak Tutur Direktif
dalam Wacana. http://bayu-bajoelz.blogspot. co.id/2012/05 /tindak-tutur-direktif-dalam-wacana. html. Diunduh22 Mei2016
Hermaji,
Bowo. 2015. Teori Pragmatik. Semarang: Tunas Puitika
Mihardja,
Achdiat K. 2006. Atheis. Jakarta:
Balai Pustaka
Sundiawan,awan.2013.RingkasanNovelAtheis.https://awan965.wordpress.com/2013/08/30/ringkasan-novel-atheis/.
diunduh25Mei2016
Yule,
George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Makasih kaka makalahnya sangat membantu sekali..😄😊
BalasHapussemoga bermanfaat ya kk
Hapus